sekilas mungkin saya seperti orang pada umumnya, memang saya baru tahu pak dahlan iskan sejak membaca bukunya yang berjudul "Dua Tangis dan Ribuan Tawa" yang cukup fenomenal itu...ini sekedar share tulisan tentang pak Dahlan Iskan...well, paling tidak bertambah lagi tokoh idola saya setelah Pak BJ Habibie...semoga bisa seperti Bapak berdua...apapun posisinya pribadi tidak pernah berubah^_^
31 Dec 2011
Bagi rata-rata pemimpin koran di dalam jaringan Jawa Pos Grup, Pak Dahlan naik kereta atau ojek itu tidak mengandung keanehan samasekali. Jelas sangat jauh dari hasrat bikin sensasi, apalagi membangun citra. Itu hanya kebiasaan lama.
Tahun 2011 diakhiri dengan gonjang-ganjing keseharian Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Dahlan Iskan. Terakhir adalah kehebohan, ketika dia naik kereta api (KA), sarana transportasi umum rakyat jelata, lalu naik ojek menuju Istana Bogor, untuk menghadiri rapat kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebenarnya itu ‘kejadian biasa’. Artinya, biasa dilakukan Pak Dahlan. Bahkan sudah terjadi untuk kesekian kali, sejak dilantik menjadi Meneg BUMN Oktober 2011. Namun hari itu rencananya naik KA rupanya tercium wartawan di Jakarta. Maka Pak Dahlan pun mereka kuntit sejak di Stasiun Manggarai Jakarta.
Para wartawan dari media cetak, online maupun stasiun televisi nasional mengikutinya sampai di Stasiun Bogor. Sebagai orang yang sangat akrab dengan dunia kewartawanan, tentu Pak Dahlan tak berusaha menghindar. Apalagi sebagai Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat, Pak Dahlan tahu para wartawan itu memburunya karena ada yang menarik untuk diberitakan.
Bagi para wartawan, yang menarik diberitakan tentulah ini: seorang menteri negara yang mengurusi BUMN beromset Rp 3.000 triliun, yang mau rapat di Istana Bogor, naik kereta api bersama rakyat jelata, berdiri pula, lalu melanjutkannya dengan naik ojek!
Maka kehebohan pun terjadi begitu berita itu disajikan di media online hari itu juga, lengkap dengan fotonya. Apalagi kemudian stasiun-stasiun televisi nasional juga menayangkannya.
Memang sangat banyak respon positifnya. Bisa dilihat dari komentar-komentar di jejaring sosial hari itu. Termasuk yang masuk ke telepon genggam, maupun yang disampaikan langsung kepada saya ketika bertemu kenalan. Seolah masyarakat Indonesia sedang sangat menantikan hadirnya pemimpin yang benar-benar merakyat.
Tapi ada juga yang merespon negatif, yang menganggap Pak Dahlan sedang tebar pesona untuk kepentingan suksesi kepala negara, dua tahun lagi.
Saya berada di dekat Pak Dahlan sejak 30 tahun silam, sampai sekarang. Kejadian naik kereta bersama rakyat jelata dari Jakarta ke Bogor maupun sebaliknya itu hal biasa saja. Saya sudah beberapa kali diajaknya, ketika mengunjungi kantor surat kabar dalam jaringan Jawa Pos Grup yang terbit di Bogor, yakni Radar Bogor.
Terakhir, tiga tahun lalu. Di kereta itu kami ya berjejalan bersama penumpang yang membawa ayam dagangan, yang membawa sayur-mayur, menyelip di antara pedagang rokok, dan pedagang kacang goreng yang berseliweran menjajakan dagangan saat kereta berjalan. “Dengan naik kereta ini kita lebih cepat sampai ke tujuan, kareta bebas dari kemacetan lalulintas Jakarta,” kata Pak Dahlan ketika itu.
Bahwa sejak diamanahi sebagai Meneg BUMN menjadi lebih sering naik KA, saya yakin, ya karena ada yang hendak dipahaminya. Memang begitulah kebiasaan Pak Dahlan dengan pekerjaannya. Semuanya diselami dengan sangat dalam, untuk kemudian dicarikannya solusi-solusi terbaik.
Pak Dahlan tidak pernah setengah-setengah belajar tentang apapun. Terakhir, untuk memahami operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), Pak Dahlan tinggal berhari-hari di lokasi PLTU Embalut, di Tenggarong Seberang. Tengah malam terbangun dari tidurnya, Pak Dahlan “bertahajud” menemui para operator PLTU Embalut. Menanyakan detil operasionalnya. Berhari-hari ini dilakukannya, dan berkali-kali pula di kesempatan bulan lainnya.
Maka jika anda sekarang bertanya kepada pak Dahlan tentang proses kerja PLTU, saya yakin anda akan mendapatkan penjelasan yang tidak kalah dari penjelasan profesor ahli listrik.
Soal Pak Dahlan naik ojek, pun tidak ada yang aneh bagi para pimpinan surat kabar di jaringan Jawa Pos Grup. Sering kali saya ingatkan mereka, jika dapat kabar Pak Dahlan akan datang, jangan terlambat menjemputnya. Sebab bisa bikin Pak Dahlan naik ojek. Kejadian itu sudah pernah terjadi di Banjar Baru (Kalimantan Selatan), Palu (Sulawesi Tengah), Palangka Raya (Kalimantan Tengah), tiga wilayah yang langsung di bawah kendali saya.
Kantor pusat koran kami di Kalimantan Selatan berada di kota Banjar Baru, tidak jauh dari Bandar Udara Syamsudin Noor.
Ketika itu Pak dahlan mengabarkan rencana ke Banjar Baru. Karena saya sedang padat kegiatan di Kalimantan Timur, tidak bisa menemani. Maka saya sampaikan kepada pimpinan koran Radar Banjar untuk menjemputnya di bandara, dan jangan terlambat. Ternyata pimpinan koran Radar Banjar terlambat datang. Sampai penumpang terakhir pesawat itu meninggalkan ruang kedatangan, dia tidak bertemu dengan Pak Dahlan. Apa yang terjadi? Ternyata Pak Dahlan sudah berada di kantor Radar Banjar. Siapa yang mengantarnya ke situ? Tukang ojek.
Tidak ada kemarahan pada si penjemput. “Pesawat yang saya tumpangi tadi kelajuan, makanya saya datang lebih awal,” kata Pak Dahlan sembari melepas senyum khasnya. Demikian dikisahkan pimpinan koran Radar Banjar kepada saya. Sejak peristiwa itu, sampai berminggu-minggu berikutnya, pimpinan Radar Banjar mengaku merasa terhukum secara batiniah, karena teledor terlambat menjemput Pak Dahlan.
Meski saya tegaskan bahwa Pak Dahlan bukan pemarah dan bukan pula pendendam, toh pimpinan Radar Banjar yang masih remaja ketika itu, merasa sangat bersalah.
Demikian pula ketika pertama-tama saya bertugas di Balikpapan. Ketika itu Bandara Sepinggan masih buruk, jaraknya dari kantor kami hanya tiga kilometer. Setiap mengunjungi kantor Kaltim Post, Pak Dahlan malah tidak pernah memberi kabar. Tiba-tiba muncul di ruang tamu kantor Kaltim Post. Ketika saya tanya “Siapa yang jemput?” – Pak Dahlan dengan enteng menjawab, “Naik ojek”.
Begitupun saat di Makassar telat dijemput, Pak Dahlan jalan kaki menuju jalan raya lalu naik pete-pete (angkot) ke kantor Fajar. (Zainal Muttaqin / bersambung)
sumber : http://www.batampos.co.id/index.php/2011/12/31/si-pembuat-berita-itu-kini-jadi-target-pemburu-berita-1/
1 Jan 2012
”Saya jadi yakin Pak SBY sebenarnya menginginkan adanya terobosan-terobosan menuju kebaikan negara kita. Sayangnya, banyak yang tidak bisa melihat keinginan itu,” kata Pak Dahlan suatu ketika.
DAHLAN Iskan Capres. Demikian judul berita utama Pikiran Rakyat, surat kabar terbesar di Jawa Barat dan Banten, edisi Jumat 30 Desember 2011. Ini untuk kesekian kalinya media cetak, online maupun stasiun televisi nasional menghubung-hubungkan Pak Dahlan dengan suksesi kepala negara.
Simaklah jawaban Pak Dahlan ketika ditanya Sys NS, yang memandu salah satu acara di TV One. “Apakah Pak Dahlan siap jika dicalonkan sebagai presiden oleh parpol pada pilpres yang akan datang?”
“Waduh, saya jangan ditanya soal itu. Nanti membuat saya tidak lagi bekerja dengan ikhlas, karena ada target jadi presiden,” jawab yang ditanya.
Kepada banyak orang yang bicara capres, Pak Dahlan selalu bilang: “Itu bahaya! Bisa-bisa orang menilai bahwa saya kerja keras itu karena ada maksud politik. Itu bahaya. Bisa mengganggu keikhlasan saya dalam mengabdi. Astaghfirullah!”
Sebagian orang bisa tidak percaya dengan jawaban itu. Siapa sih yang tidak ingin jadi presiden? Tapi saya yang 30 tahun lebih bersama Pak Dahlan, sampai sekarang meyakini jawaban Pak Dahlan itu bukan basa-basi.
Prinsip kepemimpinan yang diajarkan Pak Dahlan kepada kami di jaringan surat kabar Jawa Pos Grup adalah: jika kita tidak bisa menjadi bawahan yang baik, tentu kita tidak akan bisa menjadi atasan yang baik.
Saat ini Pak Dahlan sedang menjadi bawahan Presiden SBY. Tentu tabu baginya membicarakan pengganti SBY, sekalipun secara undang-undang SBY tidak bisa lagi menjadi presiden karena sudah menduduki posisi itu dua periode. Maka sebagai bawahan SBY, Pak Dahlan berusaha dengan segala kemampuan untuk mendukung SBY sukses besar di akhir kepemimpinannya.
Sejak masih menjabat Direktur Utama PT PLN, Pak Dahlan sudah dihubung-hubungkan dengan suksesi kepala negara. Pernah salah satu lembaga survey di Jakarta merilis: “Popularitas Dahlan Iskan sudah di atas Megawati”. Padahal hasil-hasil survey sebelumnya menyebutkan Megawati teratas, disusul Parbowo Subianto, Wiranto, Hatta Rajasa dan lain-lain.
Ketika itu pula saya langsung meminta Ketua Forum Pemimpin Redaksi Jawa Pos Grup untuk mengadakan pertemuan, dan sudah dilakukan di Jakarta pertengahan Desember lalu. Kami ingin semua media di grup Jawa Pos tidak memberitakan Pak Dahlan dalam kaitannya dengan suksesi kepala negara.
Kami mengambil inisiatif itu, karena kami paham Pak Dahlan pasti tidak berkenan diberitakan seperti itu, tetapi punya keseganan menyampaikannya. Pak Dahlan tidak biasa melarang-larang wartawan memberitakan sesuatu. Biasanya Pak Dahlan sebatas mengajak diskusi wartawan tentang suatu berita. Hasil akhirnya: terserah si wartawan akan menulis seperti apa.
Ketika masih menjadi salah satu redaktur di Jawa Pos, saya pernah menurunkan artikel yang membuat perusahaan penerbangan Garuda sangat marah kepada Jawa Pos. Akibatnya, Garuda dan Merpati ketika itu tidak mau mengangkut koran Jawa Pos ke luar Jawa. Maka berhari-hari Jawa Pos menumpuk di Bandara Juanda Surabaya.
Direktur pemasaran Jawa Pos ketika itu sangat marah kepada saya. Bahkan sampai mengusulkan saya diberhentikan saja. Namun Pak Dahlan justru membela saya. “Apa yang dilakukan Zainal Muttaqin itu bagian dari otoritas wartawan. Saya sudah mengecek ke Zainal, artikelnya itu sudah sesuai fakta. Ya sudahlah, kalau koran kita memang tidak diangkut oleh pihak yang marah karena berita kita,” kata Pak Dahlan. Saya tak bisa melupakan kejadian ini.
Dengan tidak diangkut keluar Jawa ketika itu, Jawa Pos tentu mengalami kerugian puluhan juta rupiah setiap hari. Demikian pula para agen koran di daerah, yang praktis juga kehilangan sebagian rezeki.
Kami meyakini semua yang dilakukan Pak Dahlan dalam menjalankan tugasnya sebagai orang pemerintahan adalah melakukan yang terbaik untuk kemajuan republik ini. Tidak ada hasrat untuk mendapatkan popularitas-popularitas pribadi maupun kelompok.
Dari sering kali ngobrol, saya bisa menangkap kesan, bahwa Pak Dahlan sangat menghormati SBY. Diungkapkannya, apapun yang dilakukannya di PLN, yang bisa jadi membuat tidak nyaman orang-orang dekat SBY, ternyata tidak pernah mendapat teguran. “Saya jadi yakin Pak SBY sebenarnya menginginkan adanya terobosan-terobosan menuju kebaikan negara kita. Sayangnya, banyak yang tidak bisa melihat keinginan itu,” kata Pak Dahlan suatu ketika.
Maka, jika saja membaca berita utama koran Pikiran Rakyat itu, saya yakin Pak Dahlan tidak berkenan. Pendek kata, jangan kaitkan kerja “habis-habisan” sebagai Meneg BUMN itu dengan suksesi kepala negara. Pak Dahlan hanya mau bekerja kaffah untuk republik yang dia cintai ini. Ai guo, kata orang Tiongkok. ***
Catatan Zainal Muttaqin, Wakil Dirut JPNN
sumber : http://www.batampos.co.id/index.php/2012/01/01/si-pembuat-berita-itu-kini-jadi-target-pemburu-berita-2-habis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar